Tak Dikenal di Bumi tetapi Dikenal di Surga

DARI BAB 3: Kisah Heart of God Church - Perjalanan Sebuah Impian

Bacaan 6 Menit

Orang-orang berbicara tentang permulaan yang sederhana... Sementara bagi kami, itu lebih seperti permulaan yang memalukan. Bukan hanya tidak punya uang, kredibilitas kami juga rendah. Belum pernah ada orang yang mendengar tentang Heart of God Church, sehingga baik para orang tua Kristen dan non-Kristen ragu-ragu mengirimkan anak- anak mereka ke gereja kami. Beberapa dari mereka yang bergairah untuk Yesus di HOGC ingin menghadiri kebaktian kami secara rutin, jadi wajar bila para orang tua menyelidiki HOGC lebih dalam. Mereka bertanya kepada teman-teman dan keluarga yang jadi pastor atau pemimpin gereja. Sebagian besar belum pernah mendengar tentang kami, sebagian kecil lainnya mengatakan kami hanyalah sekelompok anak dan bukan gereja sungguhan. Mereka bilang HOGC seperti gereja anak-anak yang besar, dan tidak terlalu mendalami teologi. Artinya, ada kemungkinan HOGC mengarah ke aliran sesat. Apalagi waktu saya kebetulan mendengarkan salah satu pemimpin pemuda kami mengajarkan tentang silsilah Yesus. Dengan percaya diri, dia menyatakan bahwa ayah Yesus adalah Yosef, ayah Yosef adalah Yakobus, dan ayah Yakobus adalah Ishak. 🤦🏻‍♂️😩😳 Pantas saja Alkitab-nya tipis. Dengan santainya, dia mengedit Keluaran sampai Maleakhi dari Alkitab-nya.

Ada tekanan untuk membina gereja yang lebih kredibel, artinya, lebih fokus kepada orang dewasa dan kalangan pebisnis. Intinya, jadilah gereja yang benar... ikuti arus dan lakukan apa yang dilakukan gereja lainnya. Namun, Allah mendorong kami untuk tetap membina gereja pemuda melalui bocah perempuan berumur 14 tahun.

Namanya Stephanie.
Ketika usianya empat tahun, ayahnya meninggalkannya. Rumah berantakan dan penuh amarah, sehingga dia mencurahkan seluruh energi agar berprestasi di sekolah. Meskipun semua nilainya A dan dia memenangkan banyak penghargaan di tingkat nasional, dia masih merasa hampa.
Saat umurnya 14 tahun, pada suatu pagi, dia terbangun dan mendengar suara jernih di hatinya yang berkata, “Pergilah ke Heart of God Church.” Masih segar dalam ingatannya, dia berkata pada dirinya sendiri,
Gereja? Ngapain aku ke gereja? Aku ‘kan bukan orang Kristen! Tapi nggak apa-apalah, coba tanya Google aja. Dia tercengang, gereja Heart of God Church ternyata benar-benar ada. Lalu dia mengklik situs web itu. Dia tercengang lagi. Gereja itu di Singapura!
Keraguan berubah menjadi keingintahuan, dan sekarang keingintahuan berubah menjadi kepatuhan kudus. Stephanie, yang belum pernah ke gereja, tidak pernah berdoa kepada Yesus, bahkan tidak beragama Kristen, berpikir, Apakah ini benar-benar Allah? Dia mengirim surel ke gereja – [email protected]. Staf kami membalas. Dia datang ke kebaktian, terselamatkan, dan dibina di gereja.

Saat mendengar kisah ini untuk pertama kalinya, saya harus memastikan apakah Stephanie punya sayap di punggungnya. Dia pasti ditugas Tuhan untuk ke HOGC. Sebuah pesan dari surga: Heart of God Church, tak terkenal di bumi tetapi terkenal di surga. Saya merasa seolah Allah sedang berbicara kepada Lia dan saya: “Meskipun tak seorang pun akan merekomendasikan anak-anak muda untuk pergi ke gerejamu, Aku akan berbicara secara pribadi kepada anak-anak muda supaya mereka pergi ke HOGC.”

Terima Kasih, Yesus.
Dia tahu pasti kapan mengirim burung gagak untuk memberi kami makan (1 Raja-raja 17:2-6), kapan berbicara dengan suara kecil lembut, dan kapan mengirim gadis kecil 14 tahun.

Allah terus menggunakan Stephanie untuk memberi semangat kepada kami. Dia juga membawa adiknya, Sylvester, ke gereja. Mereka berdua on-fire untuk Yesus dan mulai melayani di gereja. Sylvester dan Stephanie saat kanak-kanak. Kami mengetahui kalau mereka ternyata sesekali tidak makan karena tidak punya cukup uang. Jadi, kami masukkan mereka ke Dana Beasiswa dan Peluang (Scholarship and Opportunity Fund) gereja kami, memastikan mereka punya uang saku dan bisa hidup seperti remaja lainnya. Mereka tidak punya ayah yang membimbing mereka tentang keuangan, jadi saya ajarkan mereka tentang pentingnya menabung. Selama enam bulan, saya menantang mereka – dengan setiap dollar yang mereka tabung, saya akan menyisihkan dan menyamakan jumlahnya.

Stephanie selanjutnya menjadi pemimpin di gereja dan melayani di banyak pelayanan. Di universitas, dia memimpin lebih dari 20 anak muda dan magang di gereja. Ketika umurnya 19 tahun, dia menghadiri upacara pemakaman seorang kerabat dan melihat ayahnya ada di sana. Dia melihat ayahnya terakhir kali ketika umur empat tahun, tetapi masih bisa mengenalinya. Saya kira, para ayah yang melarikan diri tidak akan pernah tahu kehampaan yang mereka tinggalkan di benak para gadis kecil mereka.

Di tengah suasana canggung itu, ayahnya juga mengenalinya. Detik-detik terasa berlalu lambat sekali.
Apa yang akan ayah lakukan?
Ayah akan bilang apa?
Aku mesti gimana?
Aku harus bilang apa?
Namun, sang ayah mengalihkan tatapannya, berpaling, dan berjalan pergi. Saat itu, hatinya hancur... lagi.
Diacuhkan satu kali... mungkin Anda bisa menganggap itu tidak masalah dan dia tidak sungguhan mengacuhkan Anda.
Kalau diacuhkan dua kali?
Kali ini, dia punya Allah dan suara-Nya menjaminkan, “Mulai dari kau dan generasimu ke depan, semua akan berbeda.”

Sylvester and Stephanie all grown up. Stephanie adalah perempuan muda brilian. Dia mendapat posisi magang di San Fransisco. Hasil kerjanya memuaskan sehingga mereka menawarkan posisi tetap untuknya. Bagi sebagian besar orang Singapura, inilah mimpi yang jadi kenyataan – baru lulus kuliah bekerja di SF. Namun, dia menolaknya dan pulang untuk bekerja di HOGC. Sekarang, dia adalah kepala Departemen Acara, memimpin 30 pemuda, dan sekaligus PA (asisten pribadi) kami.

Kisah Stephanie hanya salah satu dari banyak cerita. Banyak sekali anak dari keluarga berantakan, tetapi Allah menyembuhkan mereka. HOGC memberikan mereka keluarga dan rumah spiritual. Dan mereka tumbuh dewasa menjadi dokter, pengacara, bankir, dan pengusaha. Yang lebih penting, pasukan terbaik dan tercerdas ini sekarang melayani di gereja dan membina Rumah-Nya. Mereka telah dewasa dan seperti sebanyak 318 orang terlatih Abraham yang terlahir di rumahnya sendiri (Kejadian 14:14). Baru-baru ini, seorang perempuan lain bergabung tim Komunikasi kami. Dia kuliah di Fakultas Linguistik di Cambridge University. Dia memahami enam bahasa: Bahasa Inggris, Mandarin, Kanton, Jepang, Korea, dan Spanyol. Dia menerjemahkan, copywriting materi Hong Kong dan Mandarin kami, dan juga seorang juru bahasa. Gereja kami juga mempekerjakan tujuh pengembang IT terbaik yang bekerja di berbagai perusahaan besar atau untuk pemerintah.

Ketika orang-orang mengetahui pasukan orang dewasa muda brilian dan kaliber para pemimpin muda dan staf di HOGC, mereka berkomentar bahwa kami diberkati. Saya hanya tersenyum dan berterima kasih kepada Allah. Dan ingatan saya kembali ke kisah Stephanie. Ketika HOGC penuh anak-anak... mereka bukan siapa-siapa, diabaikan, termarjinalkan, dan dianggap tidak penting. Stephanie hanya salah satu di antara ratusan anak itu. Saat dia masih bocah, tidak ada yang menginginkannya... bahkan ayahnya sendiri. Kini, semua orang menginginkannya — perusahaan besar menawarkan uang banyak kepadanya. Akan tetapi, dia memilih bekerja untuk HOGC.
Bagaimana semua ini bisa terjadi?
Bertahun-tahun lalu, pada saat-saat hina yang mematahkan semangat, kurang kredibilitas dan uang, Allah berjanji kepada Lia dan saya. Kasihilah orang-orang yang tidak diinginkan siapa pun dan Allah akan memberimu orang-orang yang diinginkan siapa pun.

Kasihilah orang-orang yang tidak diinginkan siapa pun dan Allah akan memberimu orang-orang yang diinginkan siapa pun.

Saya percaya janji yang sama masih memegang kebenarannya hingga saat ini bagi semua dan siapa pun yang bersedia memberikan hati dan jiwa mereka kepada anak-anak muda.

Kutipan yang dapat dibagikan